[Two Shoots] Beautiful Wound 2/2

yudit

Author : Missellyot

Length : Two Shoots

Genre : Friendship, Romance

Main Cast : Goo Junhoe {WIN Team B}, Kwon Jikyong {OC}, Kim Jooeun {OC}, Kwon Jiyoung {Big Bang}, Song Mino {Winner}

***

| Part 1 |

Hello, readers. Ini FF bikinan temen author yang sama tergila-gilanya kayak author ke WIN Team B. Ini FF pertamanya dia, mohon komen dan masukkannya ya readers sekalian. Gomawo~ Saranghae~

***

Aku membuka pintu apartemenku dengan lemas. Kulepas sepatu ketsku dan meletakkannya pada rak sepatu yang ada di sebelah kanan pintu masuk. Kulihat sepatu boots hitam sudah bertengger di rak sepatu. ‘oh, oppa sudah pulang’ ucapku dalam hati.

Aku berjalan dengan lemas menuju kamarku. Aku hanya ingin segera meletakkan kepalaku yang sudah terasa berat di atas bantal. Tapi, keinginanku terhalang oleh suara oppa dari arah dapur.

“Jin Kyong-ah. Kau sudah pulang?” Masih dengan menggunakan celemek, oppa menghampiriku yang sudah berada tepat di depan tangga lantai 2. Semenjak orang tua kami meninggal sekitar 3 tahun yang lalu akibat kecelakaan lalu lintas, Jiyong oppalah yang mengurus ku.

Aku hanya menggangguk lemas menjawab pertanyaan oppa.

“Kau sakit? Kau terlihat sangat lemas.” Jiyong oppa meletakkan tangannya pada dahiku.

“Tidak oppa. Aku baik-baik saja. Aku hanya kelelahan.”  Kataku sedikit berbohong pada Jiyong oppa.  Aku hanya tidak ingin membuat oppaku khawatir walaupun sebenarnya kepalaku ini sangat berat.

“Kau yakin baik-baik saja? Atau kau mau oppa ambilkan obat?” Masih dengan wajah yang khawatir, oppa mengusap kepalaku lembut.

Lagi. Aku menggelengkan kepalaku.

“Oppa, aku tidak butuh obat. Aku hanya ingin oppa menemaniku menonton tv sekarang. Boleh?” Ku pegang tangan kanan oppa dan membuat oppa tersenyum padaku lalu menanggalkan celemek dari tubuhnya.

“Baiklah…”

Kami berjalan menuju ruang tv dan duduk bersebelahan di sofa lembut berbahan beludru berwarna coklat. Tanganku meraih remote dan mulai sibuk mencari acara tv yang menarik perhatianku. Pilihanku jatuh pada channel yang sedang menayangkan film Hary Potter. Sebenarnya aku tidak terlalu suka dengan ceritanya, tapi tidak ada acara lain yang bagus menurutku.

“Oppa…” Aku memanggil oppa pelan lalu ku letakkan kepalaku yang semakin berat pada pangkuan oppa.

“Hmm?” Oppa hanya tersenyum lalu membelai lembut kepalaku. “Ada apa Jin Kyong?”

“Kalau aku ingin meminta bantuan oppa, apa oppa mau membantuku walaupun permintaanku ini sedikit aneh?”

Jiyong oppa tertawa sejenak mendengar perkataanku lalu kembali memusatkan perhatiannya padaku.

“Apa itu? Asal kau jangan meminta oppa untuk menyebrangi lautan hanya untuk membawamu bertemu dengan idola asal Inggris yang sangat kau sukai itu.” Oppa tertawa lagi.

“Itu…” sedikit ragu, tapi aku mencoba untuk mengatakannya pada oppa.“Siang ini, ada laki-laki yang menyatakan perasaannya padaku oppa.”

“Mwo? Siapa? Apa dia tampan?” Jiyong oppa terlihat sedikit terkejut, tapi terlukis seulas senyum di bibirnya menandakan dia sedikit senang dengan perkataanku. “Rupanya kau sudah dewasa Jin Kyong. Kau juga cantik. Pantas pria-pria tertarik padamu.”

Aku mencubit lengan oppa pelan.

“Ya! Bukan pria-pria oppa. Hanya pria karena hanya ada satu yang menyatakan perasaannya padaku.” Aku meralat perkataan oppa.

“Baiklah.” Oppa tertawa lagi. “ Lalu apa yang bisa oppa bantu, huh?”

Seketika aku bangun dan duduk menghadap oppa. Ku pandang lekat mata oppa menunjukkan kesungguhanku. Oppa sedikit terkejut dengan gerakanku yang tiba-tiba tapi mencoba untuk siap mendengarkan permintaanku.

“Oppa, aku menyukai pria itu. Tapi aku tidak bisa menerimanya.” Ku cengkram erat remote yang ada di tanganku.

“Wae?” Tanya oppa bingung.

“Pokoknya tidak bisa. Jadi oppa harus membantuku. Oppa mau kan berpura-pura menjadi pacarku?”

***

“Jin Kyong-ah!” Teriak Joo Eun dari kejauhan. Entah apa yang terjadi padanya kemarin, yang jelas, hari ini dia terlihat begitu bahagia.

“Aku sungguh bahagia, Kyong-ah.” Sedikit menjerit, Joo Eun memulai ceritanya dengan mata yang  berbinar.

“Wae?” Aku sedikit tertawa melihat tingkah Joo Eun. Aku menepuk kursi di sebelahku mempersilahkannya untuk duduk dan melanjutkan ceritanya yang sepertinya adalah cerita yang membuatnya bahagia.

“Aku sudah mengatakan padanya.” Joo Eun menggenggam tanganku erat.

“Apa? Kau mengatakan apa? Pada siapa?” Aku tidak mengerti dengan ucapannya. Tapi aku merasa ini adalah hal buruk bagiku.

“Joon Hwae. Aku sudah mengatakannya secara langsung pada Joon Hwae kalau aku menyukainya.”

Seperti ada sebilah pedang yang menghujam jantungku, tiba-tiba dadaku terasa nyeri. Baru dua hari yang lalu Joon Hwae menyatakan perasaannya padaku, sekarang Joo Eun mengatakan kalau dia sudah menyatakan perasaannya pada Joon Hwae. Sakit. Itu yang kurasakan saat ini. Tapi aku juga merasa senang. Joo Eun terlihat sangat bahagia. Syukurlah dia sudah bisa menghilangkan Mino dari hati dan pikirannya.

Aku tidak tau harus bereaksi seperti apa. Aku tersenyum nanar pada Joo Eun. Lalu, Joo Eun memelukku erat dan terus mengatakan pada dirinya sendiri bahwa dia bersyukur sudah berhasil mengatakannya pada Joon Hwae. Aku ragu untuk membalas pelukannya, tapi ku tepiskan keraguan itu. Aku membalas lemah pelukan Joo Eun.

“Selamat Joo Eun…”

***

Aku melangkah cepat keluar dari gedung pertunjukan drama musical yang baru saja berakhir. Tadi di atas panggung aku melihat keberadaan Joon Hwae sekilas. Dia menyaksikan pertunjukkanku diam-diam. Tapi sungguh aku tidak siap jika harus bertemu dengannya sekarang ini.

“Jin Kyong! Tunggu!” Ku dengar seseorang memanggilku. Aku menoleh pada sumber suara. Sosok Joon Hwae mendekat sambil berlari kecil ke arahku. Aku ingin pergi darinya  agar tidak bertemu. Tapi dia berhasil mencegahku.

“Ya Jin Kyong!” Nafas Joon Hwae terengah-engah. “Apa kau mencoba menghindar dari ku?”

Aku merasa gugup mendengar pertanyaan Joon Hwae. Memang sebenarnya aku ingin menghindarinya. Tapi aku tidak bisa menjawabnya seperti itu karena mungkin akan menyakitinya.

“Tidak. Aku hanya sedang terburu-buru.” Jawabku singkat berharap pertemuan ini segera berakhir.

“Aku butuh kepastian darimu Jin Kyong.” Kali ini Joon Hwae memegang pundakku dan membuat tubuhku menghadap padanya.

“Kepastian apa lagi? Aku kan sudah menjawabnya langsung padamu. Aku tidak bisa.” Sekuat tenaga ku kontrol suaraku agar tidak bergetar. Bola mataku mulai memanas. Air mataku mulai terasa menggenangi pelupuk mataku tapi ku tahan agar tidak tumpah di hadapan Joo Hwae.

“Tidak. Aku tidak percaya padamu. Kau pasti berbohong kan tentang kau yang sudah mempunyai pacar?” Manik mata Joon Hwae menatap tajam padaku. Pikiranku mulai kalut. Aku tidak bisa berbikir. Bagaimana aku bisa melarikan diri darinya saat ini?

“Tidak. Aku tidak berbohong. Aku tidak mencintaimu Joon Hwae. Aku mencintai pria lain….” Ku tahan air mataku sekuat tenaga. “Lagi pula….Joo Eun..dia suka padamukan? Dia sudah mengatakannya padamu kan?” Ku kepalkan kedua tanganku menahan air mata. Ku harap aku dapat dengan segera melarikan diri dari Joon Hwae. Jika tidak, maka air mata ini akan tumpah di hadapannya dan aku tidak mau hal itu terjadi.

“Aku tetap tidak percaya.” Joon Hwae masih tidak percaya padaku.

“Jin Kyong…” seseorang memanggilku lembut.

Aku dan Joon Hwae menoleh  pada seseorang yang memanggilku.

“Oppa?” Aku terkejut dengan kedatangan oppa.

“Ayo ku antarkan kau pulang. Ini sudah malam.” Raut wajah oppa terlihat lembut. Aku tau sekarang. Oppa pasti sedang membantuku melepaskan diri dari Joon Hwae. Gomawo oppa…..

Jooh Hwae melepaskan tangannya dari pundakku dan melihatku dengan tatapan kecewa. Mian Joon Hwae. Tapi aku tidak bisa. Joo Eun lebih membutuhkanmu untuk menyembuhkan luka di hatinya.

“Ne oppa. Ayo kita pulang.” Aku melihat sekilas pada Joon Hwae lalu menyambut tangan oppa dan meninggalkan Joon Hwae yang masih berdiri mematung.

***

Ku paksakan kedua kakiku berjalan menuju kantin di kampusku. Walaupun aku merasa tidak lapar sama sekali, tapi sepertinya aku harus tetap mengisi perutku yang sudah kosong semenjak tadi malam. Di kelas tadi, kepalaku rasanya sudah sangat berat. Pandanganku mulai kabur. Sepertinya ini akibat perutku yang terlampau kosong.

Aku duduk di kursi kantin yang terletak di sudut sambil meminum sedikit demi sedikit teh hangat yang ku pesan. Semoga saja teh hangat ini bisa sedikit memulihkan tenagaku selagi menanti makanan yang kupesan.

Belum sempat ku makan menu yang kupesan, aku melihat sosok Joon Hwae dan Joo Eun berjalan bersama sambil bergandengan tangan menuju kantin. Ah, kenapa mereka datang? Membuat kepalaku tambah berdenyut. Akhirnya kuputuskan untuk segera meninggalkan kantin walaupun belum sesendokpun makanan melewati kerongkonganku. Aku berjalan keluar kantin berharap dua insan yang sedang dimabuk cinta itu tidak melihatku.

“Jin Kyong!” Suara yang sangat ku kenal terdengar memanggil namaku. Benar saja. Ku lihat Joo Eun melambaikan tangan kirinya padaku sedangkan tangan kanannya masih menggenggam erat tangan Joon Hwae.

Aku tersenyum lemah pada mereka. Kepalaku terasa semakin berat saja. Sebaiknya aku segera pergi dari sini sebelum kepalaku semakin berat.

“Oh kalian. Mian, aku harus segera pergi. Ada urusan yang harus kuselesaikan.” Aku bergegas meninggalkan mereka yang terlihat bingung dengan sikapku terutama Joo Eun yang memang tidak mengetahui apa-apa tentang permasalahanku dengan Joon Hwae. Aku melambaikan tanganku sekilas pada Joo Eun agar dia tidak curiga. Maafkan aku Joon Hwae…Semoga kalian selalu bahagia…

***

Air mata tak henti-hentinya membasahi pipiku membuat jalur tersendiri di sepanjang pipiku. Aku tidak tau harus pergi ke mana. Aku tidak tau harus berbagi rasa dengan siapa. Joo Eun sedang bersama Joon Hwae. Lagi pula aku tidak bisa bercerita kepadanya karena itu akan membuatnya sedih. Oppa! Ya oppa. Aku teringat Jiyong oppa. Mungkin aku bisa bercerita dengannya.

Aku pergi menuju kantor di mana oppa bekerja. Sebentar lagi jam istirahat. Aku bisa menemui oppa. Jiyong oppa pasti mau menemaniku selagi jam  istirahatnya. Sesampainya di gedung kantor oppa, aku langsung menuju front office dan menanyakan keberadaan oppa.

“Apa Tuan Jiyong ada di kantornyaa?” Tanyaku pada seorang wanita berpakaian rapi yang berada di front office.

“Oh Tuan Jiyong sedang keluar. Dia ada di café di seberang gedung ini.” Tangan wanita itu menunjukkan tempat café yang dimaksud. “Kau bisa menemuinya di sana.”

Aku tersenyum pada wanita itu.

“Terimakasih.”

Lalu aku keluar dari gedung tempat Jiyong oppa bekerja dan segera menuju café tempat oppa berada. Ku lihat lalu lintas sedang padat. Mungkin karena ini adalah jam istirahat. Banyak dari mereka yang ingin makan siang. Kepalaku sudah sangat berat saat ini dan pandanganku mulai kabur karena air mata yang terus membanjiri kedua mataku.

Saat aku ingin menyebrangi jalan yang memisahkan gedung tempat oppa bekerja dan  café, ku lihat sesosok pria keluar dari café itu.

“Oppa…” kataku lirih ketika kulihat sosok pria itu adalah oppa.

Oppa melihatku. Ia tersenyum dan melambaikan tangannya padaku.

“Oppa….!!!!” Aku berteriak memanggil oppa memastikan bahwa ia melihatku dengan baik.

Jiyong oppa melebarkan senyumnya padaku. Namun, raut wajahnya berubah ketika melihatku yang sedang menangis. Kulihat bibir oppa bergerak ingin mengatakan sesuatu padaku tapi aku tidak dapat melihatnya dengan jelas. Seketika pendengaranku mendengung karena kepalaku yang berat dan pandanganku mulai kabur karena air mata yang dengan derasnya membanjiri mataku.

Aku melihat raut wajah oppa yang semakin terlihat ketakutan. Entah apa yang oppa takutkan. Aku sudah tidak peduli lagi. Aku hanya ingin bertemu oppa dan memeluknya. Oppa berteriak padaku tapi aku tetap tidak mendengarnya sampai saat kusadari aku telah berdiri di tengah jalan raya yang padat dan sebuah mobil hitam mendekatiku dan suara klaksonnya sungguh memekakan telingaku.

Ku rasakan tubuhku melayang serasa sangat ringan. Lalu, aku tergeletak pada sesuatu yang sangat keras dan hangat. Aku menoleh ke arah kananku dan kuliahat oppa berlari panik dengan wajah ketakutan menghampiriku. Tangan kirinya terangkat seolah sedang menghentikan mobil di sekitarnya.

“Jin Kyong.” Ku rasakan tubuhku diangkat oleh oppa. Aku bisa melihat wajah Jiyong oppa yang ketakutan. Dari matanya mengalir air mata. Oppa mengatakan sesuatu padaku tapi aku tidak bisa mendengarnya lagi. Aku mulai merasa ngantuk. Rasa kantukku ini sungguh teramat sehingga aku tidak bisa lagi membuat mataku terbuka dan seketika, pandanganku gelap. Aku tidak tau lagi apa yang terjadi setelah aku tertidur…

***

Aku membuka mataku perlahan. Pandanganku kabur dan kepalaku terasa pusing. Kupandangi sekelilingku. Kulihat sebuah ruangan yang cukup luas. Di sudut ruangan sebelah kiri terlihat sofa berwarna hijau dan sebuah meja terletak di depan sofa hijau tersebut. Di atas meja itu terdapat vas bunga dengan buga mawar merah yang terlihat masih segar. Di sampingnya ada sebuah keranjang rotan berisi buah-buahan beraneka jenis. Lalu alihkan pandanganku pelan menuju arah kanan. Kulihat seorang pria tertidur di sebelah tanganku. Kemejanya berwarna coklat muda dan terlihat sedikit kusut.

“Oppa….” Aku memanggil Jiyong oppa lirih setelah kusadari pria yang tertidur di sebalah tanganku adalah oppa.

Badan oppa terlihat bergerak sedikit demi sedikit. Lalu matanya tertuju padaku.

“Syukurlah Jin Kyong, kau sudah sadar?” Oppa tersenyum padaku lalu berdiri mencium keningku. “Kau tidak sadarkan diri selama 4 hari.”

Aku mencoba tersenyum pada oppa.

“Aku kenapa oppa?”

Tangan oppa menggenggam tanganku dengan erat.

“Kau hampir membuat oppa mati ketakutan Jin Kyong-ah.” Terlihat perasaan lega terlukis di wajah oppa. “Kau tertabrak mobil di depan kantor oppa dan kau kehilangan banyak darah.”

“Mian oppa membuat oppa khawatir.”

“Tidak apa-apa. Yang penting sekarang kau baik-baik saja.” Tangan oppa mengelus pipiku sekilas. Lalu pandangannya tertuju pada pintu masuk ruangan tempatku berada.

“Ada apa oppa?” Tanyaku heran.

***

-Joo Eun’s Side-

Air mataku jatuh seketika dan pikiranku kosong. Aku menangis sekencang yang aku bisa. Baru saja aku bertemu dengan Jin Kyong tadi dan sekarang Jiyong oppa mengatakan kalau Jin Kyong sedang berada di ruang ICU.

“Joo Eun, kau kenapa?” Joon Hwae yang sedang duduk di sebelahku panik melihatku yang menangis histeris.

“Jin Kyong….dia….” Aku tidak bisa menjelaskan dengan benar tentang keadaan Jin Kyong pada Joon Hwae.

“Kenapa? Ada apa denga Jin Kyong?” Joon Hwae mulai panik mendengar nama Jin Kyong sekaligus melihatku yang semakin histeris.

“Jin Kyong kecelakaan dan kehilangan banyak darah…”

***

-Song Mino’s Side-

3 tahun berlalu. Aku berjalan dengan langkah ringan sambil menyeret koper besarku. Korea. Akhirnya aku kembali menjejakkan kakiku pada negara tempatku dilahirkan. Aku seperti menghirup udara kebebasan. Ya, berada di Belanda selama 3 tahun lamanya membuatku benar-benar rindu pada Korea dan terutama pada wanita yang ku cintai, Joo Eun.

Setiap kali aku memikirkan Joo Eun, rasanya hatiku seperti tersayat-sayat. Aku sungguh-sungguh mencintai Joo Eun, tapi takdir mengatakan lain. Aku justru harus meninggalkan wanita yang kucintai dan waktunya sungguh sangat tidak tepat. Aku pergi disaat aku juga tau bahwa Joo Eun juga memiliki perasaan yang sama padaku. Aku tidak mau menyakitinya.

Dulu, aku memilih meninggalkannya tanpa penjelasan. Aku tau itu akan membuat hatinya terluka. Tapi itulah jalan terbaik menurutku. Aku tidak mau memberinya harapan palsu karena aku tidak tau kapan aku akan kembali ke Korea. Dulu, ayah berkata bahwa kami sekeluarga harus meninggalkan Korea dan tidak akan pernah kembali. Maka dari itu, aku lebih memilih untuk meninggalkan Joo Eun tanpa memberinya penjelasan.

Ponselku bergetar. Ku sapu halus layarnya dan kulihat satu pesan masuk. Ku buka pesan itu dengan antusias dan ketika kubaca isi pesan itu, hatiku berdegup kencang dan senyum terkembang di wajahku. Aku akan segera menemuimu Joo Eun. Aku akan memintamu untuk menjadi wanitaku.

***

-Joon Hwae’s side-

“Apa kau yakin Joo Eun?” Aku terkejut mendengar perkataan Joo Eun padaku. Apa wanita ini bersungguh-sungguh dengan ucapannya?

“Ah, mian. Sebenarnya akupun tidak begitu yakin dengan yang kurasakan.” Terlihat jelas ada keraguan yang tersirat di wajah wanita cantik di hadapanku ini. Aku tau, ia hanya butuh seseorang yang bisa menghapus lukanya. Ia hanya butuh seseorang yang bisa membuatnya lupa terhadap pria yang masih ia cintai hingga saat ini.

“Aku tau, kau masih mencintainya Joo Eun. Aku tau semua tentangmu dan Song Mino. Aku tau betapa hancurnya kau. Aku tau perihnya luka di hatimu itu Joo Eun.” Ku genggam lembut tangan Joo Eun mencoba membuatnya tenang. Terlihat air mata mulai jatuh dari mata wanita yang terlihat sangat rapuh itu. “Hatimu itu hanya untuk Song Mino, Joo Eun. Kau tidak bisa membohongi hatimu sendiri.”

“Lalu aku harus berbuat apa Joon Hwae? Aku masih sangat mencintainya sampai sekarang dan aku tidak bisa menghilangkannya dari hati dan pikiranku.” Air mata yang jatuh semakin deras membasahi pipinya.

Kami terdiam sejenak. Merenungkan apa yang sebenarnya sedang terjadi pada kami berdua. Ah, tidak, maksudku pada kami bertiga, dengan Jin Kyong. Hubungan kami semakin rumit akhir-akhir ini. Aku tau Jin Kyong, kau hanya ingin melihat sahatmu bahagia kan?

Keheningan kami terpecah ketika ponsel Joo Eun berdering. Ia menjawab panggilan diponselnya dengan cepat.

“Yoboseo?”

Kulihat wajah Joo Eun mematung setelah menjawab panggilan di ponselnya. Beberapa detik kemudian bibirnya bergetar dan air matanya jatuh. Entah itu air mata bahagia atau sedih.

“Song Mino? Apa itu kau?”

***

-Jiyong’s side-

“Selamatkan adik saya. Saya mohon selamatkan nyawanya. Hanya dia yang saya punya saat ini.”

Pria berjubah putih yang kusebut dokter itu hanya mengangguk padaku.

“Kalau perlu, ambil saja semua darah ditubuh saya asalkan nyawanya tertolong. Saya mohon dokter.”

Rasanya ini seperti mimpi buruk. Aku melihat dengan mata kepalaku sendiri tubuh Jin Kyong yang saat itu terlihat sangat lemah terhempas dengan kerasnya. Sebuah mobil hitam menghantam keras tubuhnya dan membuatnya tergeletak tak berdaya di atas aspal yang keras dengan bersimbah darah. Rasanya hatiku remuk melihat kejadian itu.

Akal sehatku mulai rusak. Aku berlari seperti kesetanan menghampirinya tidak peduli dengan mobil yang masih berlalu-lalang di hadapanku. Ku raih tubuh lemahnya yang diselimuti cairan berwarna merah.

“Oppa…” Ku dengar suara lirihnya.

“Jin Kyong bertahanlah. Lihat oppa. Jangan kau tutup matamu itu, oke?” Aku berusaha tersenyum padanya. Tapi sepertinya Jin Kyong tidak melihatnya. Ia tidak mendengar suaraku dan ia menutup matanya.

***

-Joon Hwae’s side-

“Jadi kau ini…oppanya?” Aku tidak percaya dengan semua ini. Pria yang selama ini ku kira adalah kekasih Jin Kyong  ternyata kakak kandungnya sendiri.

Ini benar-benar sulit dipercaya. Jiyong hyung bilang Jin Kyong memintanya untuk berpura-pura menjadi kekasihnya hanya untuk membuatku berhenti untuk mencintai Jin Kyong dan bisa menerima Joo Eun. Jin Kyong mengalah hanya karena tidak ingin menyakiti sahabatnya sendiri karena yang ia tahu Joo Eun sangat mencintaiku. Ini sungguh sangat konyol.

Kau membuatku sakit Jin Kyong. Kau juga menambah rasa sakitku dengan cara membuatku melihatmu yang tergeletak tak berdaya dengan selang infus yang menempel di tubuhmu. Apa yang kau pikirkan Jin Kyong sehingga kau rela mengorbankan perasaanmu sendiri? Kau tidak perlu menghawatirkan joo Eun. Pikirkanlah dirimu sendiri karena Joo Eun sekarang sudah bahagia bersama Song Mino, kekasihnya.

***

-Joo Eun’s side-

Aku berharap, apa yang kudengar barusan adalah suatu kebohongan. Bagaimana bisa kau mengorbankan perasaanmu sendiri demi aku, Jin Kyong? Kau tau? Kau membuatku sungguh sangat berdosa. Aku menyakiti sahabatku sendiri. Sahabat yang sangat baik padaku yang bahkan rela mengorbankan kebahagiaannya demi sahabatnya yang egois ini.

Sebenarnya waktu itu aku hanya ingin memberi taumu bahwa Mino telah kembali padaku dan ia juga sangat ingin bertemu padamu. Aku juga ingin mengatakan bahwa Joon Hwae sangatlah mencintaimu. Tapi mungkin takdir belum mengijinkannya.

Kau tenanglah Jin Kyong. Kau tidak perlu berkorban lagi. Aku sudah bahagia sekarang. Kau juga harus bahagia. Joon Hwae sangat mencintaimu dan aku tau, kau juga sangat mencintainya.

***

-Jin Kyong’s side-

Aku terkejut melihat Joon Hwae berdiri di sampingku. Perlahan, ia tersenyum dan mendekat padaku. Tangannya menggenggam erat tanganku. Matanya sendu dan ia terlihat tampak berantakan namun tidak membuat ketampanannya memudar. Ya, kau adalah pria yang selalu terlihat tampan di hadapanku Joon Hwae. Saranghae Joon Hwae…..

Ku lihat Jiyong oppa tersenyum padaku. Ia bahagia. Ia bahagia melihatku yang juga bahagia. Trimakasih oppa. Kau adalah oppa terbaik yang ada di dunia ini, di duniaku. Aku mencintaimu oppa.

 

END

1 responses to “[Two Shoots] Beautiful Wound 2/2

  1. Jiyong oppa saranghae…bagus thor. Gumawo

Tinggalkan komentar