{Part 9} Friends and Love

White-Background-Xtra

Author : Angelinblack

Length : Chaptered

Genre : Sad Romance

Main Cast : Gikwang B2st, Junhyung B2st, Goo Yeon ah (readers), Seo Kyung (reader’s friend)

***

Prolog | Part 1 | Part 2 | Part 3 | Part 4 Part 5 | Part 6 | Part 7 | Part 8

Kuhela nafasku panjang dan kutatap Junhyung yang menyerahkan kembali menu kepada pelayan berpakaian hitam-putih di sebelahnya. Direnggangkannya jemarinya sebelum duduk menopang dagunya dan tersenyum padaku.

“Ada motif apa kau mengajakku kemari, ha?!”kutatap kedua matanya sengit.

“Hei! Sepertinya kau sangat tidak bahagia melihatku kembali ke Korea?!”Junhyung memasang wajah tersinggungnya.

“Sudah cukup penderitaanku tanpa perlu ditambah kehadiranmu untuk menyempurnakannya…”kuhela nafasku panjang. “Tapi aku sedikit lega kau kemari…”

“Seokyung dan Gikwang, sejak kapan mereka berpacaran?”tanyanya kemudian.

“A…”kualihkan pandanganku darinya. “Belum lama ini…”jawabku pelan. Aku tidak ingin bertukar pandangan dengan Junhyung sekarang ini, dia pasti bisa curiga jika aku tidak sangaja bertingkah aneh. Tapi yang benar saja!, kenapa ia tiba-tiba harus membuka topik tentang ini sih?!

“Kau marah?”

“Kenapa aku harus marah?!”

“Karena aku menyinggung tentang Gikwang…”

“Kenapa aku harus marah jika kau menyinggung tentang Gikwang?!”tanpa kusadari kugebrak meja makan dihadapanku membuat seisi restoran menatapku dan Junhyung.

“Kau ini!”Junhyun merendahkan suaranya. “Membuat malu saja!”ketusnya

“Habisnya…”perlahan ku jauhkan tanganku dari atas meja. “Kau yang memulai perdebatan!!”ujarku setengah berbisik.

Junhyung menghela nafasnya dan menggelengkan kepalanya. “Besok temani aku pergi, oke?”

“Kemana?”masih setengah berbisik, aku takut kelepasan mengencangkan volume suaraku lagi.

“Sudah… Ikut saja!”

***

                Kubereskan barang-barangku ke dalam tas. Kulirik jam tanganku yang jarum pendeknya kini menunjuk kea rah jam 5. Langit diluar jendela sudah mulai petang, Seokyung yang baru saja kembali dari terapinya kini duduk menatapku di atas kursi rodanya.

“Kau mau pergi?”tanya Seokyung kemudian.

Aku tersenyum padanya. “Aku ada janji dengan Junhyung. Tapi tenang saja, aku akan menunggu disini sampai Gikwang oppa datang…”

“Kau mau pergi kencan dengan Junhyung?”Seokyung tersenyum menggoda.

Kuhela nafasku panjang. “Tidak akan pernah”kugelengkan kepalaku. “Meskipun dia adalah pria terakhir di bumi ini, aku tidak akan pernah pergi berkencan dengannya!”

“Kenapa?”Seokyung mengerutkan alisnya. “Dia tampan dan dia menyukaimu!”protesnya kemudian.

“Dia menyebalkan dan dia tidak menyukaiku”jawabku singkat.

“Ayolah!! Kelihatan sekali Junhyung menyukaimu! Lagipula, kau belum pernah berpacaran bukan?”Seokyung memutar roda kursinya mendekat ke arahku. “Aku saja sudah punya pacar! Masa’ kau belum?”ia menyikut bahuku pelan.

“Itu..”kusunggingkan senyumku paksa. “Aku belum menemukan orang yang tepat…”

“Ah!! Waktu di sekolah menegah dulu kau pernah bercerita padaku kau menyukai seseorang! Siapa?”

“Itu…”kutatap Seokyung sembari memutar otakku. “Salah satu senior yang bahkan aku sudah lupa namanya…”

“Eiii…”Seokyung menatapku tak percaya.

Kusunggingkan senyum hambarku sekali lagi. Tak tau harus menanggapi apa, pintu kamar Seokyung terbuka. Aku menoleh dan mendapati Gikwang masuk membawa beberapa plastic belanja ditangannya. Ia tersenyum padaku, sebelum berjalan melewatiku menghampiri Seokyung.

“Kubelikan Cheesecake blueberry untukmu”ia membongkar tas belanjanya dan mengeluarkan sebuah kardus kecil berisi sepotongkue di dalamnya. “Mau ku suapi?”tawarnya kemudian.

Kurasakan dadaku bergemuruh kencang, tangan kananku terkepal dengan sendirinya. Sakit, kurasakan rongga paru-paruku perlahan menyempit menghambat oksigen yang kuhirup untuk masuk ke dalamnya. Kuraih tasku dan kucangklongkan ke pundakku pelan.

“Aku pergi dulu, Seokyung-ah…”kulirik Gikwang pelan. “Gikwang oppa…”

Gikwang mengangguk pelan dan melambaikannya tanpa menoleh menatapku. Kurasakan suhu tubuhku meningkat, bahkan ia tidak mau menatapku sekarang? Kuhela nafasku panjang dan kugelengkan kepalaku pelan. Ya, Gikwang hanya sedang berakting sekarang ini, ia melakukan ini karena aku yang memintanya. Aku tidak mempunyai hak untuk sakit hati, bahkan marah. Tidak.

***

                Junhyung terlambat. Ku tatap jam tanganku kesal dan kuhentakkan kedua tumita kakiku ke tanah paving di bawah. Perlahan, kurapatkan jaket kulitku. Udara mulai terasa dingin, tapi dedaunan masih belum menguning. Ujung jemari tanganku mulai memutih dan kepalau terasa berat. Setelah pergi dari rumah sakit, aku sama sekali tidak merasa baikan. Aku mengecek ponselku setiap menitnya berharap satu saja pesan dari Gikwang masuk menanyakan kabarku, tapi tidak ada. Ya Tuhan! Untuk pertama kalinya aku berharap Junhyung cepat-cepat datang menemuiku sekarang ini. Jika tidak, aku bisa saja mulai menangis dengan sesak yang kurasakan di dadaku sekarang ini. Jika Junhyung ada disini, ia bisa mengalihkan pikiranku selama aku bersamanya. Itu lebih dari cukup untukku sekarang ini.

“Yeonah-ya!!!”samar-samar kudengar suara Junhyung berteriak mamanggil namaku. Kutoleh kepalaku dan kudapati Junhyung tengah berlari ke arahku, cardigan hitam yang dipakainya sampai berterbangan saking cepatnya ia berlari. “Maaf aku telat!!”ia berhenti di depanku dan membungkuk memegangi kedua lututnya sembari menormalkan nafasnya yang memburu.

“Apa yang menahanmu?”tanyaku kemudian.

“Aku ikut rapat direksi dengan ayahku!”ia duduk disebelahku dan menghela nafasnya panjang. “Aku sudah memutuskan akan berjuang untuk bagianku dalam perusahaan!!”

“Apa?”ku kerutkan alisku bingung.

“Aku tidak akan membiarkan wanita itu mewarisi perusahaan ayah!”

“Maksudmu, ibu tirimu?!”

Junhyung berdecak kesal. “Intinya aku akan mengurus perpindahan kuliahku ke Seoul lebih memastikan posisiku di perusahaan…”

Kuanggukkan kepalaku pelan. “Baguslah, kau sekarang menemukan solusi untuk masalahmu!”

Junhyung menoleh menatapku. “Memangnya kau sedang memiliki masalah?”tanyanya kemudian.

“Tidak”kugelengkan kepalaku. “Tidak ada masalah sama sekali. Jadi, kemana kau akan mengajakku pergi hari ini?”

“Karena kau sedang tidak mood, kita akan pergi mencari sesuatu yang bisa dimakan dulu. Aku ingin kau membantuku memilih pakaian untukku di perusahaan nanti. Kau ini anak designer terkenal korea, bukan?”

Kusunggingkan senyumku pelan. “Aku baru sadar, sejak kapan kau berubah menjadi laki-laki yang banyak bicara seperti ini?”

Junhyung membalas senyumanku. “Percayalah, aku hanya bisa seperti ini saat aku bersamamu”

***

                Kurebahkan badanku di atas tempat tidur, malam ini kuputuskan untuk tidak kembali ke rumah sakit. Kurasa, Gikwang akan berada disana malam ini. Tidak ada pesan atau telfon yang masuk ke ponselku memintaku untuk kembali ke rumah sakit, jadi kupikir Gikwang akan menemani Seokyung sepanjang malam. Ya, ia akan menemani Seokyung sepanjang malam.

Kupejamkan mataku erat. Bodoh! Kukutuk diriku berulang kali! Lagi-lagi perasaan itu datang, rasa sesak yang tiba-tiba saja menyelimuti dadamu seolah-olah kau tidak bisa bernafas. Kupukul dadaku berulang kali, mengcoba menghilangkan rasa sesak yang justru semakin menjadi. Akulah yang membuat Seokyung terluka, jadi aku tidak perlu merasa sakit untuk berkorban. Lalu kenapa dadaku selalu terasa sesak saat teringat akan mereka berdua begini?

“Ya Tuhan…”kurasakan setetes air mengalir di pipi kananku. Tidak. Aku seharusnya tidak menangis seperti ini! Gikwang menjadi kekasih Seokyung untukku, tidak seharusnya aku seperti ini. Tidak.

Ponselku berdering keras. Buru-buru menghapus air mataku, kuangkat telfon yang masuk tanpa melihat ID penelfonnya.

“Halo?”sahutku parau. Suaraku menjadi serak karena mencoba menahan tangisku sedari tadi. Meski ada sebulir air mata yang jatuh tak sengaja, aku masih belum menangis.

“Hei! Ada apa denganmu, sepertinya tadi kau masih baik-baik saja!”suara Junhyung terdengar.

“Tidak ada apa-apa”kuhela nafasku pelan. “Kenapa tiba-tiba menelfon?”

“Oh. Barang milikmu ketinggalan di mobilku. Entahlah, sebuah kardus dengan gambar teddy bear hitam. Aku sudah di depan pintu kamarmu sekarang. Ibumu mempersilahkanku masuk tapi menyuruhku menelfonmu sebelum masuk ke dalam kamar”

“Apa?!”. Aku berlari ke pintu kamarku dan membukanya. Benar saja! Kutemukan Junhyung berdiri di hadapanku dengan sebelah tangan memegang kotak yang kukenali sebagai milikku dan sebelah tangan yang lainnya menelpelkan ponselnya ke telinga.

“Kau habis menangis?”tanya Junhyung kemudian.

“Tidak”kugelengkan kepalaku. Kuulurkan tanganku bermaksud mengambil karduku yang dipegangnya tapi ia justru berkelit dan menyembunyikannya di balik punggungnya.

“Kau menahan tangis?”tanyanya lagi sembari menatapku curiga. Ia merogoh kantong celananya dan mengeluarkan sebuah sapu tangan kemudian menempelkannya di bibirku. “Kau keterlaluan menggigit bibirmu sampai berdarah seperti ini! Kau yakin tidak apa-apa?”

“Aku tidak apa-apa!”kurebut sapu tangan Junhyung dan kuseka bibirku pelan. Benar saja, bibirku memang berdarah, tapi aku sama sekali menyadarinya. Bahkan aku tak sadar kapan aku menggigit bibirku sendiri.

Junhyung berdecak pelan dan menerobos masuk ke dalam kamarku. Direbahkan dirinya di atas tempat tidur ku sembari memainkan kotakku di tangannya. “Kotak ini apa isinya?”

“Jangan dibuka!!”aku berlari menerjang Junhyung merebut kotakku sebelum ia membuka dan melihat isinya. Mengeluh pelan, aku berhasil merebut kotakku dengan selamat, tapi justru aku berakhir pada posisi tidak mengenakan dengan Junhyun di atas tempat tidur.

“Aku tidak tau kau begitu agresif?”Junhyung meledekku.

“Jangan berfikiran macam-macam!!”bentakku sembari perlahan menyingkir dari atas tubuh Junhyung.

“Jadi,”Junhyung menghela nafasnya. “Kau mau menceritakannya padaku?”

“Apa?”kukerutkan alisku pelan.

“Kau pikir aku mudah dibohongi? Sejak pertama melihatmu disini, aku tau kau menyembunyikan sesuatu…”. Junhyung menegakkan badannya dan duduk di pinggir tempat tidurku. “Haruskah aku lebih menspesifikkannya? Kau bukan robot Yeonah! Kau dan Seokyung… Juga Gikwang… Bukankah…”

Entah bagaimana kekuatanku bisa menghilang begitu saja, kedua lututku menjadi lemas dan aku terjatuh di atasnya. Awalnya hanya sedikit kurasakan sebulir-dua bulir air mata yang mengalir, tapi kemudian buliran itu keluar semakin banyak dan cepat sehingga dadaku kembali terasa sesak. Ya Tuhan, sebegini besarkah perasaan yang kurasakan pada Gikwang? Bagaimana aku bisa menyadarinya sekarang ini, di saat aku melepaskannya untuk Seokyung? Lalu apa yang harus kulakukan dengannya? Aku benar-benar bingung!

***

                Kulambaikan tanganku pada mobil Junhyung yang berjalan menjauh. Sedikit menghela nafas, aku merasa sedikit lega lega menceritakannya pada Junhyung. Meskipun laki-laki itu sama sekali tidak menanggapiku dan hanya duduk mendengarkan. Angin berhembus pelan, kudekap dan kugosok pelan kedua lenganku yang hany terbungkus piyama berlengan pendek. Baru saja aku berbalik hendak masuk kembali kedalam, seseorang memanggilku. Penasara, aku menoleh dan mendapati Gikwang berdiri dihadapanku. Meski terlihat lesu, ia masih bisa menyunggingkan senyumannya padaku.

“Kupikir oppa sedang di rumah sakit…”rasa dingin mulai menjalar dari kakiku.

“Seokyung sudah tidur jadi kupikir aku bisa bertemu denganmu sebentar. Apa tadi Junhyung?”Ia berjalan mendekatiku.

“Ya”kuanggukkan kepalaku pelan.

Gikwang melepas jaketnya dan menyampirkannya di kedua bahuku. Ia kemudian meraih tanganku dan menggengamnya pelan. “Mau berjalan-jalan sebentar?”

“Ya..”kuanggukkan kepalaku dan berjalan mengikutinya ke bangku di depan mini market tak jauh dari rumah.

“Kubelikan kopi. Tunggu sebentar”Gikwang mengajakku duduk di salah satu bangku dan berlari masuk ke dalam mini market. Kulirik kesekitarku pelan dan menemukan motor sport miliki laki-laki itu terparkir persis di dekat tiang lampu penerang jalan. Tak lama, ia keluar dari mini market membawa dua gelas kertas dan menyodorkan salah satunya padaku.

Hening, kami duduk tanpa saling menatap, saling berbicara. Entah apakah ini karena perasaanku yang sedang kacau atau bukan, aku merasakan sedikit jarak mulai muncul antara kami, dan ini membuatku sangat takut.

“Seokyung akan mencarimu”entah bagaimana kalimat itu bisa keluar dari mulutku. Aku hanya memutar-mutar gelas kertas di tanganku hingga kusadari kini kopinya sudah berubah dingin.

“Kurasa kau harus bertahan sedikit lagi…”Gikwang menghela nafasnya. “Entah bagaimana bisa, tapi Seokyung benar-benar pulih dengan cepat. Aku berbicara dengan dokternya tadi, seminggu lagi Seokyung bisa melepas kursi roda dan memakai tongkat, dan pulang ke rumah. Jadi…”

“Aku akan bertahan hingga Seokyung kembali normal…”kusunggingkan senyumku pelan, “Aku tidak apa-apa. Lakukan saja apa yang menurut oppa perlu dilakukan. Bukankah Seokyung sudah seperti adik oppa sendiri?”

“Ya..”Gikwang menghela nafasnya. “Seokyung membutuhkanku…”

“Ya..”kuanggukkan kepalaku. “Seokyung lebih membutuhkan oppa daripada aku…”. Bodoh! Ku kutuk diriku dalam hati. Bagaimana aku bisa mengeluarkan kata-kata seperti itu?!

“Aku ingin selalu menanyakan ini, Yeon ah, apakah…”. Ponsel Gikwang tiba-tiba berbunyi. Tidak menyelesaikan kalimatnya, ia merogoh kantongnya dan menatap layar ponselnya. Memberi isyarat agar tak bersuara, ia menyapu layar ponselnya dan mengangkat telfonnya. “Seokyung-ah? Kau terbagun…”Gikwang melirikku pelan, tapi aku langsung berpura-pura mengalihkan pandanganku

“Aku sedang keluar membeli kopi, sebentar lagi aku akan kembali kesana…”Gikwang beranjak berdiri dan berjalan menjauh. “Kau merindukanku? Hahaha… Bagaimana bisa hanya sebentar saja kau sudah merindukanku?”

Ku telan ludahku. Ya Tuhan, bahkan aku tidak pernah berbicara semesra itu pada Gikwang di telefon. Kurasa aku juga tidak pernah mengatakan langsung padanya bahwa aku merindukannya meskipun aku memang sedang benar-benar merindukannya saat itu. Lagi-lagi… Lagi-lagi dadaku seras sesak.

Gikwang menutup telfonnya dan kembali berjalan menghampiriku. “Aku harus segera kembali ke rumah sakit..”

Kuanggukkan kepalaku pelan. Teringat sesuatu, kurogoh kantong piayamaku dank u keluarkan kotal kecil milikku yang berhasil ku rebut dari Junhyung tadi. Diam-diam ku jejalkan kotak itu ke dalam saku jaket Gikwang sebelum mengembalikan jaket itu padanya.

“Pakai saja jaketnya…”Gikwang menyodorkan kembali jaketnya padaku.

“Tidak…”kugelengkan kepalaku pelan. “Rumahku dekat, aku baik-baik saja. Oppa, kan, naik motor. Nanti oppa akan terkena flu jika tidak memakai jaket.”

Gikwang tersenyum dan memakai jaketnya. Ia melambaikan tangannya padaku sebelum menjalankan motornya pergi. Kutatap bayangan punggung yang semakin menjauh. Ia langsung kembali, ia langsung berlari kembali pada Seokyung saat gadis itu berkata ia merindukannya. Bagaimana dengan diriku? Jika aku mengatakan aku merindukannya, apakah ia juga akan melakukan hal yang sama?

“Aku merindukanmu, oppa..”. Dadaku seras sesak lagi. “Aku merindukanmu, oppa..”. Sekuat tenaga, ku balikkan badanku dan kuseret kakiku melangkah kembali ke rumah. Aku benar-benar merindukannya. Setiap harinya aku menekan hatiku bersabar bahwa aku akan bertemu dengannya saat aku pulang ke Korea, tapi… Belum sempat aku mengatakan betapa rindu yang terasa di dadaku ini begitu menyiksaku, aku sudah harus membaginya untuk gadis lain. Aku tau aku tidak boleh menyesalinya, semua ini terjadi karena aku. Ya, semua ini karenaku…

 

1 responses to “{Part 9} Friends and Love

  1. Sella Anindita

    Annyeong Min, aku reader baru disini , kapan ff ini dilanjutin Min? Udah penasaran banget 🙂

Tinggalkan komentar